Jeda,

Saya senang menyebutnya sebagai “Rajab The 19th, 1444”.

**

Pagi itu saya bertabrakan dengan seekor alpha male dari kawanan macaca brunnescens di kawasan Palagimata. Saya bergegas ke kantor, ia bergegas menyusul betinanya yang telah lebih dulu melompat dan berlarian menyeberang jalan. Maka kontak pun tak terhindarkan. Setelah sempat doyong sebentar, suzuki spin yang saya kendarai akhirnya tetap melaju.

Saya sempat menoleh ke belakang. Si monyet tampak kusut. Terduduk lunglai ia di pinggir jalan. Selepas itulah sayatan di celana abu-tua kehitaman saya nampak. Dan sebelum Khatib naik mimbar di jum’at siang yang cerah itu, sobek di dengkul sampai pawah bagian bawah saya sudah terjalin kembali. Sepuluh jahitan buat daging yang menganga. Enam belas lainnya untuk kulit yang melangah.

***

Terakhir kali dapat kesempatan serupa ini kalau tidak salah di Agustus 2015. Ada thypus dan gelaja demam berdarah yang menghampiri saya di Harapan Mulia III Nomor 15A. Terima kasih Bu i-i’ yang sudah menjadi Ibu Kosan terbaik saya sepanjang sejarah rantau saya di Ibu Kota. Waktu itu adalah saat paling produktif saya di medio 20-an saya. Saya memutuskan untuk mulai meniti jalan yang tidak terlampau ramai. Beberapa bulan sebelumnya saya mem-publish Terbatas di platform ini. Setapak yang nyaman. Senyaman hiking di Gede-Pangrango sebelum lima sentimeter naik ke layar perak.

****

Setelah nyaman menepi dari hiruk pikuk ramainya asap knalpot kota, insiden 26 jahitan akhirnya berhasil memaksa saya untuk punya lebih banyak waktu berpikir tentang apa yang sudah dan apa yang akan di medio 30-an saya. Apa yang sudah buat bekal refleksi diri sudah sampai dimana sekarang, dan apa yang akan untuk bahan bakar menyusun cerita nostalgia untuk masa depan berikutnya. Insya Allah.

*****

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment